Senin, 28 Desember 2020

Mineralogi & Petrologi : Pengenalan




Petrologi adalah bidang geologiyang berfokus pada studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan: beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal dari kata Bahasa Yunanipetra, yang berarti "batu".
  • Petrologi batuan beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti granit atau basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma). Batuan beku mencakup batuan volkanik dan plutonik.
  • Petrologi batuan sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).
  • Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu, atau keduanya)
Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologi modern juga menyertakan prinsip geokimiadan geofisikadalam penelitan kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamikadan eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan.
Petrologi eksperimental menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk menyelidiki geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada tekanan dan suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk menyelidiki batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang bertahan dalam perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.

Kimia Mineral
Komposisi kimia suatu mineral merupakan hal yang sangat mendasar, karena beberapa sifat-sifat mineral/kristal tergantung kepadanya. Sifat-sifat mineral/ kristal tidak hanya tergantung kepada komposisi tetapi juga kepada susunan meruang dari atom-atom penyusun dan ikatan antar atom-atom penyusun kristal/mineral.
Daya yang mengikat atom (atau ion, atau grup ion) dari zat pada kristalin adalah bersifat listrik di alam. Tipe dan intensitasnya sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral. Kekerasan, belahan, daya lebur, kelistrikan dan konduktivitas termal, dan koefisien ekspansi termal berhubungan secara langsung terhadap daya ikat.
Kimia mineral merupakan suatu ilmu yang dimunculkan pada awal abad ke-19, setelah dikemukakannya "hukum komposisi tetap" oleh Proust pada tahun 1799, teori atom Dalton pada tahun 1805, dan pengembangan metode analisis kimia kuantitatif yang akurat. Karena ilmu kimia mineral didasarkan pada pengetahuan tentang komposisi mineral, kemungkinan dan keterbatasan analisis kimia mineral harus diketaui dengan baik.

Prinsip-prinsip kimia yang berhubungan dengan kimia mineral :
Hukum komposisi tetap (The Law of Constant Composition) oleh Proust (1799):
“Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap senyawa adalah tetap"
Teori atom Dalton (1805) :
“Setiap unsur tersusun oleh partikel yang sangat kecil dan berbentuk seperti bola yang disebut atom.”
Atom dari unsur yang sama bersifat sama sedangkan dari unsur yang berbeda bersifat berbeda pula. Atom dapat berikatan secara kimiawi menjadi molekul.

Sifat Fisik Mineral
Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan sifat-sifat fisik mineral antara mineral yang satu dengan mineral yang lainnya. Sifat-sifat fisik mineral tersebut meliputi: warna, kilap (luster), kekerasan (hardness), gores (streak), belahan (cleavage), pecahan (fracture), struktur/bentuk kristal, berat jenis, sifat dalam (tenacity), dan kemagnetan.

Bentuk Kristal
Pada wujudnya sebuah kristal itu seluruhnya telah dapat ditentukan secara ilmu ukur, dengan mengetahui susut-sudut bidangnya. Hingga saat ini baru terdapat 7 macam sistem kristal. Dasar penggolongan sistem kristal tersebut ada tiga hal, yaitu:
1. Jumlah sumbu kristal,
2. Letak sumbu kristal yang satu dengan yang lain
3. Parameter yang digunakan untuk masing-masing sumbu Kristal

Adapun ke tujuh sistem kristal tersebut adalah:
1. Sistem isometrik; Sistem ini juga disebut sistem reguler, bahkan sering dikenal sebagai sistem kubus/kubik. Jumlah sumbu kristalnya 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Masing-masing sumbu sama panjangnya.
2. Sistem tetragonal; Sama dengan sistem isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang yang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
3. Sistem rombis; Sistem ini disebut juga orthorombis dan mempunyai 3 sumbu kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lain. Ketiga sumbu kristal tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
4.Sistem heksagonal; Sistem ini mempunyai empat sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu yang lain. Sumbu a, b, dan d masing-masing saling membentuk sudut 120o satu terhadap yang lain. Sumbu a, b, dan d mempunyai panjang yang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
5.Sistem trigonal; Beberapa ahli memasukkan sistem ini ke dalam sistem heksagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya bila pada trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang berbentuk segienam kemudian dibuat segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
6. Sistem monoklin; Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b; b tegak lurus terhadap c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b yang paling pendek.

Warna
Adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Warna mineral dap at dibedakan menjadi dua, yaitu idiokromatik, bila warna mineral selalu tetap, umumnya dijumpai pada mineral-mineral yang tidak tembus cahaya (opak), seperti galena, magnetit, pirit; dan alokromatik, bila warna mineral tidak tetap, tergantung dari material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus cahaya, seperti kuarsa, kalsit.

Kilap
Adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan padanya. Kilap dibedakan menjadi dua, yaitu kilap logam dan kilap bukanlogam. Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral yang mengandung logam atau mineral bijih, seperti emas, galena, pirit, kalkopirit. Kilap bukan-logam tidak memberikan kesan seperti logam jika terkena cahaya. Kilap jenis ini dapat dibedakan menjadi :

Ø  Kilap kaca (vitreous luster)
memberikan kesan seperti kaca bila terkena cahaya, misalnya: kalsit, kuarsa, halit.
Ø  Kilap intan (adamantine luster)
memberikan kesan cemerlang seperti intan, contohnya intan
Ø  Kilap sutera (silky luster)
memberikan kesan seperti sutera, umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai struktur serat, seperti asbes, aktinolit, gypsum
Ø  Kilap damar (resinous luster)
memberikan kesan seperti damar, contohnya: sfalerit dan resin
Ø  Kilap mutiara (pearly luster)
memberikan kesan seperti mutiara atau seperti bagian dalam dari kulit kerang, misalnya talk, dolomit, muskovit, dan tremolit.
Ø  Kilap lemak (greasy luster)
menyerupai lemak atau sabun, contonya talk, serpentin
Ø  Kilap tanah (earthy) atau kirap guram (dull)
kenampakannya buram seperti tanah, misalnya: kaolin, limonit, bentonit.


Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Secara relatif sifat fisik ini ditentukan dengan menggunakan skala Mohs (1773 – 1839), yang dimulai dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10 untuk mineral yang paling keras. Skala Mohs tersebut meliputi (1) talk, (2) gipsum, (3) kalsit, (4) fluorit, (5) apatit, (6) feldspar, (7) kuarsa, (8) topaz, (9) korundum, dan (10) intan.
Masing-masing mineral tersebut diatas dapat menggores mineral lain yang bernomor lebih kecil dan dapat digores oleh mineral lain yang bernonor lebih besar. Dengan lain perkataan SKALA MOHS adalah Skala relative. Dari segi kekerasan mutlak skala ini masih dapat dipakai sampai yang ke 9, artinya no. 9 kira-kira 9 kali sekeras no. 1, tetapi bagi no. 10 adalah 42 kali sekeras no. 1
Untuk pengukuran kekerasan ini, dapat digunakan alat sederhana seperti kku tangan, pisau baja dan lain-lain.

Sabtu, 25 Januari 2020

Merapi dan Geliatnya

Merapi telah berulangkali menunaikan hajatnya. Menghamburkan material yang dirasa mengganggu kerongkongan. Lega rasanya, barangkali begitu ucapnya kini. “Merapi dalam fase pembongkaran sumbat lava”, ungkap Pakdhe Agus dari BPTTKG Yogyakarta. Hembusan ini ditenagai oleh uap yang terbentuk di dalam bumi, kemudian kita sering mendengarnya dengan sebutan letusan freatik. Mudahnya, letusan freatik ini terbentuk karena air yang terserap ke dalam bumi, masuk melalui celah celah dan terakumulasi dalam lapisan batuan, kemudian terpanaskan oleh panas yang dihasilkan magma.
Selengkapnya : Letusan Freatik Merapi

Mengapa letusan freatik berulang kali terjadi?

Sejak letusan 2010, Gunung Merapi memiliki karakteristik letusan yg berbeda. Sebelumnya setiap 2-4 tahun sekali mengalami erupsi magmatik yang cukup besar. Namun kali ini sudah sejak 2010 hanya mengalami letusan freatik saja.
Ada dua skenario penyebab letusan yang berulangkali terjadi ini :
  1. Letusan akibat pelepasan gas/degasing dari magma segar ini saja. Artinya, selama energi dari akumulasi gas sudah tidak dapat ditahan masa batuan diatasnya maka akan terjadi letusan.
  2. Adanya interaksi gas vulkanik panas hasil degassing dengan air bawah tanah khususnya di sekeliling pipa magma. Artinya, letusan akan sangat dipengaruhi oleh suplai air dari permukaan.
Jika menggunakan skenario kedua, maka terdapat beberapa hal yang mendasari perubahan karakter dari letusan Gunung Merapi.

Perubahan Morfologi

Letusan 2010 mengubah bentukan puncak dan kawah Merapi. (Sumber : Surono, 2013 )
Semakin meluasnya kawah tentunya menambah ruang akumulasi air hujan di area puncak yang dapat terinfiltrasi masuk melalui rekahan. Pengaruh akumulasi air pada kawah pernah diteliti oleh Darmawan (2018) di G. Merapi pada tahun 2012 – 2014, bahwa lokasi material yang terlempar berkorelasi dengan keterdapatan akumulasi air pada kawah.
🙁 Kok bisa ya Bulek, genangan air di kawah Merapi itu mengakibatkan letusan freatik yang  berulang – ulang, genangan airnya tu sebanyak apa tho bulek?
🙂 Kalau cuma genangan di kawah ya paling merapi cuma mesem aja thole, Atau jangan – jangan ada sumber air yang lainnya.

Keterdapatan Sistem Hidrotermal

Nah ternyata, Pakdhe Agus dkk. (2017) sudah pernah meneliti kalau ada dua sistem hidrotermal yang ada di sekitaran Kawah Merapi, di bagian atas (2800 mdpl) mendekati puncak dan bagian bawah (1000 m di bawahnya). Dan kemudian disarikan bahwa di bagian lereng selatan terdapat perbedaan nilai resistivitas yang sangat significant antara lava di permukaan dengan lava yang berada di kedalaman 200 meter, yang diprediksi sebagai lokasi dari keterdapatan sistem air yang terpanaskan (hidrotermal).

🙁 Berarti magmanya sudah mendekati lapisan airnya ya bulek?
🙂  Sekarang ini magma sedang ada di kedalaman 3 km di bawah bumi
🙁 Lha masih jauh bulek, kok airnya bisa terpanaskan..

Rekahan, Jalan Masuknya Air

Air yang ada dilapisan yang dangkal masuk melalui celah celah yang terbentuk karena proses sesar. Di bagian selatan  area puncak Merapi misalnya, berkembang sesar hiperbolik. Sesar/ rekahan ini berperan sebagai jalan masuknya air ke perut bumi. Keterdapatan sesar ini digambarkan dengan terjadinya ubahan mineral pada area tersebut karena berinteraksi dengan air hidrotermal yang dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme Gunung Merapi.

Peta Geologi Kawasan Puncak G. Merapi yang menunjukkan keterdapatan Sesar Hiperbolik di bagian selatan dan beberapa sesar yang berkembang di area kawah. (sumber : Byrdina, 2017 )
Bagian lereng selatan terdapat area yang berwarna violet / ungu yang menunjukkan adanya nilai resistivitas yang tinggi, artinya terdapat aktivitas hidrotermal yang mengubah mineral pada kawasan tersebut. (sumber : Byrdina, 2017 )

Salah satu yg harus dilihat dan diamati adalah, mata air yg sebelumnya ada disepanjang patahan ini. Apakah masih ada atau malah hilang dan airnya masuk menjadi uap penyebab letupan phreatik ??
🙂 Hmmm tehnis banget. Nek iki biar Thole mumeth
🙁 Hiih bulek jahat 🤪

Kamis, 23 Januari 2020

4 Prinsip Geografi Beserta Penjelasan dan Contohnya

Prinsip geografi adalah 4 prinsip yang mendasari analisis geografi pada fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita. Sama seperti konsep geografi, prinsip geografi bertujuan untuk membantu kita dalam menganalisa dan memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita.
Pada dasarnya, geografi adalah ilmu yang mempelajari persebaran aktivitas di muka bumi secara spasial dan hubungan antara aktivitas-aktivitas yang ada, baik yang alami maupun yang disebabkan manusia. Untuk menjawab pertanyaan diatas, geografi memiliki 2 aspek Utama dan 10 konsep analisis.
Aspek geografi secara umum adalah aspek fisik dan aspek sosial. Kedua hal tersebut merupakan sisi yang berbeda dari koin yang sama, sehingga harusnya tidak dapat dipisahkan.
Berbeda dengan aspek geografi yang merupakan lingkup keilmuan, konsep geografi merupakan seperangkat tools-tools dan pertanyaan dasar. Konsep geografi bertujuan untuk mempermudah kita dalam memahami dan menjelaskan fenomena yang terjadi.
Nah, prinsip geografi sendiri cukup mirip dengan konsep geografi, bedanya adalah prinsip geografi lebih basic dan luas cakupannya. Berikut ini adalah penjabaran dan contoh kasus dari 4 prinsip geografi yang harus diketahui oleh semua geografer, baik yang ahli maupun yang masih menjadi pembelajar.
Daftar Isi

Prinsip Distribusi

Contoh penggunaan prinsip distribusi adalah ketika kita menjelaskan persebaran budaya di Indonesia
Contoh penggunaan prinsip distribusi adalah ketika kita menjelaskan persebaran budaya di Indonesia
Prinsip distribusi, seperti namanya merupakan prinsip yang menjelaskan persebaran fenomena di permukaan bumi yang tidak terjadi secara merata. Pertanyaan utama dari prinsip distribusi adalah mengapa fenomena itu ada di lokasi a namun tidak ada di lokasi b? atau mengapa fenomena tersebut memiliki persebaran seperti itu.

Prinsip ini dapat digunakan untuk menjelaskan hampir semua fenomena geografi yang ada di permukaan bumi. Mulai dari pemusatan aktivitas ekonomipersebaran penduduk yang tidak merata, keberadaan sumber daya alam, hingga pola pemukiman yang muncul di suatu wilayah.
Berikut ini adalah beberapa contoh pengaplikasian prinsip distribusi
Intinya, jika kita ingin membahas suatu fenomena dari sudut pandang spasial lokasinya, lebih spesifiknya lagi persebarannya, maka kita akan menggunakan prinsip distribusi.

Berikut ini adalah beberapa kata kunci yang dapat kita gunakan untuk menjelaskan suatu fenomena menggunakan prinsip distribusi
  • Obyek tersebut hanya dapat ditemukan
  • Persebarannya hanya ada pada
  • Obyek tersebut terlihat di beberapa wilayah
Jika kita melihat atau menggunakan kata kata tersebut, sudah dapat dipastikan prinsip yang digunakan adalah prinsip distribusi.
 

Prinsip Interelasi

Banjir bandang yang disebabkan hujan dan longsor merupakan contoh penggunaan prinsip interelasi dalam menjelaskan sebuah fenomena alam
Banjir bandang yang disebabkan hujan dan longsor merupakan contoh penggunaan prinsip interelasi dalam menjelaskan sebuah fenomena alam
Prinsip interelasi membahas mengenai keterkaitan antara satu fenomena dengan fenomena lainnya dalam suatu ruang. Seperti bunyi hukum Tobler, semua obyek saling mempengaruhi, semakin dekat jaraknya, semakin kuat pengaruhnya. Oleh karena itu, prinsip interelasi jika ingin digunakan secara penuh, harus memperhatikan aspek spasial juga.

Tujuan dari prinsip interelasi adalah untuk mengetahui hubungan sebab-akibat yang terbentuk antar satu fenomena dengan fenomena lainnya dalam suatu ruang. Prinsip ini sangat berguna ketika kita ingin melakukan analisa dampak dari suatu fenomena atau analisa dampak dari suatu proyek pengembangan wilayah.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari penerapan prinsip interelasi pada fenomena geografi
  • Musim hujan disebabkan oleh fenomena angin muson
  • Penduduk pesisir banyak yang menjadi nelayan karena dekat dengan laut
  • Suhu panas di belakang gunung karena adanya angin fohn
  • Kondisi iklim suatu wilayah yang dipengaruhi oleh letak astronomisnya
  • Suhu yang sangat panas menyebabkan penguapan, sehingga terjadi hujan
  • Terjadinya tsunami di suatu wilayah karena sebelumnya terjadi gempa di tengah laut.
Intinya, jika kita ingin membahas dampak suatu fenomena kepada fenomena lainnya, gunakanlah prinsip interelasi dalam melakukan analisis geografi.
Berikut ini adalah beberapa kata kunci yang dapat kita gunakan untuk menjelaskan suatu fenomena menggunakan prinsip interelasi
  • Pembalakan liar menyebabkan erosi tanah berlebihan
  • Terjadi banjir di Jakarta karena di Bogor Hujan
  • Hujan asam ini disebabkan oleh penggunaan kendaraan yang berlebihan
Dengan menggunakan kata-kata kunci diatas, kita dapat mengerti bahwa analisis geografi yang ada dilakukan berdasarkan prinsip interelasi.

 

Prinsip Deskripsi

Seperti namanya, prinsip deskripsi merupakan prinsip geografi yang bertujuan untuk menjelaskan secara lengkap mengenai suatu fenomena geografi. Umumnya, prinsip geografi yang lain menjelaskan suatu fenomena secara spasial, namun, prinsip deskripsi mencoba menjelaskan fenomena tersebut dari sudut pandang aspasial.
Tujuan prinsip deskripsi adalah untuk memberikan gambaran lengkap mengenai suatu fenomena geografis. Gambaran lengkap ini hanya mungkin didapatkan jika terdapat aspek spasial dan aspek aspasial, seperti data, angka, dan kronologis.
Oleh karena itu, analisis geografi yang menggunakan prinsip deskripsi umumnya banyak membahas mengenai proses, statistik, kronologi, dan juga gambaran mengenai fenomena tersebut. Prinsip ini sangat baik digunakan sebagai pelengkap dan penjelas dalam analisis geografi.
Berikut ini adalah beberapa contoh penerapan prinsip deskripsi pada fenomena geografi.
  • Banjir mempengaruhi lebih dari 500 KK
  • Mayoritas migran terdiri dari kaum buruh dan pekerja kelas bawah
  • Mayoritas buruh mendapatkan gaji dibawah 3,4 juta, atau UMR daerah tersebut
  • Letusan gunung api menelan 10 korban jiwa dan sekitar 200 orang luka luka
  • Pengangguran di Indonesia mencapai angka 5 juta penduduk
  • Perairan kita memiliki kedalaman hingga 2000 meter dibawah permukaan laut
  • Siklus air terdiri dari beberapa proses, seperti penguapan, pengembunan, dan presipitasi
  • Siklus batuan secara umum memiliki 3 jenis batu yaitu batu beku, batu metamorf, dan batu sedimen
  • Indonesia memiliki produk domestik bruto diatas 1 Trilyun US dollar pada tahun 2018
Intinya, jika kita membahas aspek-aspek bukan spasial (lokasi/persebaran) ataupun interelasi (hubungan antar fenomena) berarti kita membahas fenomena geografi tersebut dengan menggunakan prinsip deskripsi.
Berikut ini adalah beberapa kata kunci yang kerap digunakan ketika kita memakai prinsip deskripsi dalam menganalisa suatu fenomena
  • Korban jiwa dari gempa tersebut berjumlah 100 orang (kuantitatif)
  • Siklus air terdiri dari beberapa proses, seperti penguapan, pengembunan, dan presipitasi (proses)
  • Mayoritas migran terdiri dari kaum buruh dan kelas bawah (penjelasan lebih lanjut)
Dengan menggunakan kata-kata kunci diatas, kita bisa yakin bahwa analisis geografi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip deskripsi.
 

Prinsip Korologi

Penggunaan peta disertai dengan data pendukung merupakan contoh penerapan prinsip korologi. Peta diatas menjelaskan mengenai pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Penggunaan peta disertai dengan data pendukung merupakan contoh penerapan prinsip korologi. Peta diatas menjelaskan mengenai pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia
Jika ketiga prinsip diatas membahas mengenai pendekatan spesifik untuk melihat suatu fenomena, maka prinsip korologi melihat suatu fenomena dengan semua sudut pandang. Prinsip korologi pada dasarnya merupakan gabungan dari ketiga prinsip diatas, sehingga penelitian geografisnya akan menghasilkan hasil yang lebih komprehensif.
Prinsip korologi muncul ketika para ahli geografi merasa bahwa prinsip-prinsip yang sudah ada diatas tidak cukup untuk menggambarkan suatu fenomena. Ketika kita menggunakan salah satunya, pasti ada yang kurang, entah itu dari segi spasialnya maupun aspasialnya.
Oleh karena itu, dibuatlah kompilasi dari ketiga aspek tersebut, distribusi, interelasi, dan deskripsi, prinsip ini pun dinamakan prinsip korologi. Hampir semua penelitian geografi modern sekarang menggunakan prinsip korologi, tentu saja dengan penekanan pada prinsip tertentu yang ingin diteliti lebih dalam.
Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan prinsip korologi dalam fenomena geografis sehari-hari
  • Hujan di Bogor menyebabkan banjir di Jakarta. Banjir ini menyebabkan kerugian Rp100 milyar dan 10 orang luka-luka. Hal ini lumrah terjadi karena saat ini memang musim hujan, tercatat bahwa awan hujan berada di atas kota Bogor, Malang, Palembang, dan Surabaya. (Pada cuplikan ini, kita dapat melihat prinsip interelasi di awal, disusul oleh deskripsi, dan pada akhirnya dijelaskan distribusi hujannya)
  • Indonesia akan mengembangkan 12 situs Kawasan Ekonomi Khusus5 di Sumatra, 2 di Jawa-Bali, 1 di Kalimantan, 2 di Sulawesi, dan 2 di Maluku-Papua. KEK ini terdiri dari KEK industri maupun KEK pariwisata. Diharapkan, dengan adanya kawasan ekonomi khusus ini, akan terbentuk dampak positif seperti pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kemampuan eksport.
Intinya, prinsip korologi menggabungkan seluruh prinsip-prinsip yang ada untuk menciptakan suatu kajian geografis yang komprehensif dan akurat mengenai suatu fenomena.
Apakah ada kata kunci khusus untuk penggunaan prinsip korologi? Tentu saja ada! Kata kuncinya adalah menggunakan semua kata kunci yang ada pada ketiga prinsip yang sudah kita bahas diatas, kan mereka juga bagian dari prinsip korologi.
 

Kesimpulan

Terdapat 4 prinsip dalam melakukan penelitian geografi yaitu, prinsip distribusi, interelasi, deskripsi, dan gabungan ketiganya yaitu prinsip korologi. Keempat prinsip ini bertujuan untuk membantu kita menstrukturkan penelitian dan pembahasan kita, agar kita dan pembaca kita mudah mengerti fenomena yang diteliti.
Jika kita perhatikan baik-baik, sebenarnya semua fenomena geografi dapat kita jawab dengan 6 pertanyaan yang sering muncul pada kelas bahasa, terutama pada materi berita. Apakah kalian tahu apa pertanyaannya?
Ya! 6 pertanyaan tersebut adalah 5W+1H atau Why, What, Who, When, Where dan How yang dikemukakan oleh Rudyard Kipling. Keenam pertanyaan ini memiliki korelasi yang sangat kuat kepada 4 prinsip geografi yang sudah kita bahas diatas. Keduanya sama sama berusaha untuk memecahkan masalah dengan membaginya kedalam bagian-bagian yang mudah dipahami.

Kamis, 09 Januari 2020

Jenis Jenis Hujan

Terdapat bermacam-macam jenis hujan di dunia ini, namun, secara umum terdapat 4 jenis hujan yaitu
  • Hujan Frontal
  • Hujan Orografis
  • Hujan Zenithal
  • Hujan Muson
Masih terdapat banyak lagi jenis hujan lainnya yang akan kita bahas dibawah ini. Namun, secara umum, keempat hujan tersebut adalah yang paling sering terjadi, sehingga paling penting untuk dipelajari dan dipahami.
Daftar Isi

Hujan Frontal

Hujan frontal terjadi ketika massa udara yang lebih hangat bertemu dengan massa udara yang lebih dingin. Ketika bertemu, massa udara yang lebih hangat akan terangkat sehingga terjadi kondensasi dan pada akhirnya presipitasi.
Awan dan jenis hujan yang dihasilkan oleh front udara sangat bervariasi, tergantung dengan jenis front, faktor fisik lokal, serta kondisi udaranya.
Dalam ilmu meteorologi, terdapat tiga jenis front udara, yaitu front dingin, front hangat, dan front occluded. Pada kasus ini, kita akan membahas front tersebut serta dampaknya pada curah hujan dan cuaca lokal.

Front Hangat

Front Hangat
Ilustrasi Front Hangat (Animated Geography)
Front hangat terjadi ketika udara hangat bergerak dan bertemu dengan udara dingin. Udara yang lebih hangat akan terangkat diatas udara yang lebih dingin, menciptakan sebuah front hangat.
Front hangat akan menyebabkan terbentuknya awan hujan yang memiliki radius luas dan orientasi horizontal (menyebar ke samping). Awan-awan yang muncul pada front hangat umumnya adalah awan berjenis Nimbostratus, Altostratus, dan awan dari keluarga cumulus.
Pada kasus front hangat, hujan yang terjadi cenderung ringan namun rentang waktu hujan nya cukup lama dan radius hujannya juga mencakup area yang luas. Front hangat sering terjadi di Eropa, terutama Inggris dan Prancis Utara. Dari sinilah kita mendapatkan stereotip bahwa Inggris sering mengalami hujan rintik-rintik.
 

Front Dingin

Front Dingin
Ilustrasi Fenomena Front Dingin (Animated Geography)
Front dingin terjadi ketika udara dingin bergerak dan bertemu dengan udara panas. Udara dingin akan mendorong udara panas naik sehingga udara tersebut mengalami kondensasi.
Front dingin akan menyebabkan terbentuknya awan cumulus seperti cumulonimbus yaitu awan badai yang berorientasi vertikal (menjulang keatas). Awan awan ini umumnya memiliki warna yang gelap karena mengandung sangat banyak uap air dan terkadang butir es.
Pada kasus ini, hujan akan terjadi dengan deras namun pada lokasi yang sempit dan kurun waktu yang sebentar. Hujan pada front dingin umumnya diiringi dengan badai guntur.
 Front Macet (Occluded Front)

Front Macet
Ilustrasi Front Macet dimana Udara Hangat Dipaksa Naik Oleh Dua Massa Udara Dingin. Terlihat Cold Occlusion di Gambar Kiri dan Warm Occlusion di Gambar Kanan (Pierre Cb)
Front macet terjadi ketika front dingin menyalip front hangat sehingga udara hangat terjebak antara dua massa udara dingin dan terpaksa naik keatas.
Terdapat dua jenis front macet yang sudah diketahui oleh para ilmuan, kedua jenis tersebut adalah
  • Cold Occlusion terjadi ketika udara yang sangat dingin mendorong maju udara dingin. Pada kasus ini, udara hangat dan udara dingin naik diatas udara yang sangat dingin.
  • Warm Occlusion terjadi ketika udara yang dingin mendorong maju udara sangat dingin. Sama seperti cold occlusion, udara hangat dan udara dingin naik diatas udara yang sangat dingin.
Cuaca yang disebabkan oleh aktivitas front macet umumnya adalah hujan ringan dan hujan sedang, jarang bagi front macet untuk menyebabkan hujan badai di daerah yang dilewatinya.
 

Hujan Zenithal

Hujan zenith
Hujan Zenithal
Hujan zenith, kerap disebut juga sebagai hujan konvektif atau hujan orang mati, terjadi ketika terdapat pemanasan yang tinggi terhadap permukaan bumi. Pemanasan ini akan menyebabkan penguapan yang tinggi dan pemanasan udara di lapisan bawah troposfer, tepat diatas permukaan bumi.
Ketika udara dibawah panas, akan terjadi turbulensi karena udara dibawah akan terdorong untuk pindah ke atas dan udara di atas akan terdorong untuk pindah kebawah. Hal ini terjadi karena udara panas lebih ringan dibandingkan dengan udara dingin.
Pembentukan awan kumulonimbus
Ilustrasi proses terbentuknya awan cumulonimbus dalam hujan zenith
Ketika udara panas naik ke atas atmosfer, suhu pun berkurang sehingga udara tersebut mengalami kondensasi dan membentuk awan-awan kecil.
Seiring dengan berjalannya waktu, arus konveksi yang bermuatan uap air dari udara panas ini akan menyebabkan awan hujan tumbuh semakin besar. Umumnya, awan hujan yang terbentuk adalah awan konvektif seperti awan cumulonimbus dan awan cumulus. Oleh karena itu, hujan yang terjadi juga merupakan hujan deras yang disertai oleh badai.
 

Hujan Orografis

Hujan orografis
Ilustrasi hujan orografis
Hujan orografis adalah hujan yang terjadi ketika massa udara dipaksa naik melalui gunung atau bentukan topografi yang menggunung. Jika kalian bertanya pada pendaki gunung manapun, pasti mereka cukup familiar dengan hujan jenis ini.
Hujan orografis terjadi ketika udara yang mengandung banyak uap air terdorong keatas sebuah gunung dan mengalami pendinginan. Pendinginan ini disebabkan oleh lapse rate atmosfer.
Seiring dengan semakin dinginnya udara sekitar, uap air mengalami kondensasi sehingga terbentuklah awan hujan. Awan hujan inilah yang nantinya akan menyebabkan hujan orografis, atau sering pula disebut hujan relief.
Ketika udara kembali turun pada sisi gunung yang lain, udara tersebut sudah tidak memiliki kandungan uap air. Oleh karena itu, pemanasan yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pendinginan yang terjadi saat udara tersebut naik.
Fenomena inilah yang menyebabkan terjadinya angin fohn pada bagian gunung yang tidak mengarah kepada angin (leeward). Fenomena ini juga menyebabkan fenomena rain shadow yaitu rendahnya curah hujan pada wilayah leeward gunung
 

Hujan Muson

Banjir di bangladesh
Muson dan badai tropis kerap menyebabkan banjir besar di Bangladesh dan india
Hujan muson adalah hujan yang sangat sering dialami oleh negara Asia Tenggara dan Asia Selatan. Hujan ini disebabkan oleh angin muson yang mengikuti pergerakan semu matahari.
Angin muson yang membawa uap air banyak akan menyebabkan peningkatan curah hujan pada wilayah yang dilaluinya. Namun, angin muson yang memiliki kadar uap air rendah akan menyebabkan musim kering pada wilayah yang dilaluinya.
Angin muson sering kali menyebabkan banjir di daerah-daerah yang dilewatinya. Selain mengandung uap air yang sangat banyak, angin muson pun seringkali terhalangi oleh dataran tinggi, sehingga menimbulkan angin fohn dan hujan orografis yang dapat menjadi berbahaya bagi penduduk sekitar.
 

Hujan Buatan

Image result for Artificial rain
Proses Pembentukan Hujan Buatan
Hujan buatan adalah fenomena baru yang muncul belakangan ini di komunitas sains, pertahanan, dan tata negara.
Hujan buatan terjadi ketika seseorang memaksakan terjadinya hujan padahal seharusnya hujan belum dapat terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan garam, perak iodida, atau senyawa aktif lainnya yang higroskopis.
Berdasarkan grafik diatas, kita dapat mengetahui bahwa setidaknya terdapat 4 tahapan dalam proses pembentukan hujan buatan. Keempat tahap tersebut adalah
  • Pelepasan perak iodida (atau senyawa aktif lainnya) oleh pesawat atau tabung generator di darat
  • Perak iodida mencapai awan hujan yang dituju (Jika perak iodida tidak sampai, maka proses harus diulangi)
  • Perak iodida membantu menjadi katalis pembentukan kristal es di dalam bakal awan hujan
  • Kristal es yang memiliki massa tertentu jatuh ke bumi menjadi hujan es. Sebagian besar akan mencair sebelum menyentuh tanah, sehingga menciptakan hujan biasa.
Hujan buatan umumnya dilakukan ketika suatu daerah sedang mengalami musim kemarau dan warga atau sistem ekonominya terancam jika tidak segera disuplai oleh air hujan.
Contohnya adalah suatu daerah yang sedang mengalami kekeringan parah sehingga ladang dan sawah petani terancam rusak. Pada saat itu, BMKG dan pemerintah daerah dapat mencoba menciptakan hujan buatan agar lahan yang ada tidak rusak.
 

Jenis Hujan Lainnya

Selain 5 jenis hujan diatas, terdapat pula hujan-hujan lainnya yang lebih jarang terjadi, namun tidak kalah penting.

Hujan Asam

Hujan asam adalah segala bentuk hujan yang memiliki pH rendah. Hujan ini memiliki ion hidrogen dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga membuat butiran air menjadi bersifat asam.
Hujan asam terbentuk ketika terdapat kandungan sulfur oksida (SOx) dan nitrogen oksida (NOx) yang banyak di atmosfer. Meskipun manusia sudah berupaya untuk mengurangi emisi kedua gas ini, hujan asam tetap dapat terjadi karena kedua gas ini diproduksi secara alami oleh alam. Nitrogen oksida diproduksi oleh aktivitas petir sedangkan sulfur oksida diproduksi oleh aktivitas vulkanisme gunung api.
Karena memiliki sifat asam, air hujan ini memiliki dampak yang buruk terhadap manusia, tumbuhan, maupun struktur bangunan. Sifat asam dari butir air hujan ini dapat merusak tumbuhan dan pepohonan, sehingga ekosistem lokal terganggu. Manusia juga dapat jatuh sakit ketika terkena hujan asam.
Hujan asam juga dapat merusak bangunan yang dibuat oleh manusia, terutama bangunan yang dibangun menggunakan material bersifat basa seperti batu gamping. Hujan asam juga dapat mengelupas cat dari gedung-gedung sehingga memiliki bahaya estetis bagi arsitek dan penata kota.
Kadar asam hujan ini juga membawa dampak buruk bagi struktur manusia yang terbuat dari besi dan baja seperti jembatan dan tiang SUTET. Paparan yang lama dapat menyebabkan korosi yang akhirnya akan berujung pada pelemahan struktur.
 

Hujan Virga

Hujan Virga
Ilustrasi Fenomena Hujan Virga
Hujan virga terjadi ketika butiran air yang jatuh dari suatu awan menguap di perjalanan sehingga tidak mencapai permukaan bumi. Virga umumnya terjadi ketika suhu udara sangat panas sehingga air menguap atau ketika air hujan tersebut tidak cukup besar dan banyak sehingga menguap.
Fenomena virga umumnya terjadi pada daerah gurun dan iklim sedang. Contoh daerah yang sering mengalami virga adalah Australia, Afrika Utara, Amerika Utara, dan Timur Tengah.
Ketika butir air menguap di udara, dia akan mengambil panas dari sekitarnya, sehingga udara sekitar akan menjadi lebih dingin. Fenomena ini dikenal sebagai evaporative cooling dan menjadi basis bagi kipas-kipas dengan semprotan air yang sering kita lihat di taman bermain seperti Dufan dan Jatim Park.
Kantong-kantong udara dingin di lapisan atmosfer bagian atas ini dapat turun dengan cepat untuk menyebabkan microburst ataupun downburst. Fenomena ini sangat berbahaya bagi industri penerbangan karena dapat mendorong pesawat ke berbagai arah dan menjadikannya sulit dikontrol.
 

Hujan Es

Sleet
Sleet Merupakan Gabungan Antara Salju dengan Air Hujan Dingin (Famartin)
Hujan es adalah istilah luas yang digunakan untuk menjelaskan beberapa fenomena hujan yang terjadi di dunia kita. Fenomena tersebut antara lain adalah
  • Freezing rain
  • Sleet
  • Hail
  • Salju (Snow)
Semua hujan ini terdiri dari kristal-kristal es yang terbentuk di awan dingin lewat proses bergeron. Namun, yang membedakannya adalah suhu udara dibawah awan tersebut serta ukuran dan pengelompokan dari kristal-kristal es tersebut.